Banyak yang beranggapan bahwa Stoner jauh lebih hebat dari
Rossi di atas Ducati, padahal tidak semua orang tau Stoner mendapat beberapa
keuntungan dengan Ducati 800cc disbanding Ducati 1000cc milik Rossi sekarang.
Rupa-rupanya pada tahun 2007 mesin Desmosedici 800cc DOHC tidak kalah dengan
seri 990cc yang dipakai tahun sebelumnya. Ini diakui pula oleh Rossi yg saat
itu menunggangi Yamaha YZR M1 “Top-speed advantage enjoyed by Stoner was a bit
too much”.
Juga terlihat jelas bagaimana perbedaan jarak yang tiba-tiba
bertambah jauh begitu balapan memasuki trek lurus. Saat itu Rossi hanya bisa
mendekati dengan skilnya sambil menaklukkan tikungan-tikungan twisty. Sisanya
ia harus menyerah.
Kekuatan mesin-mesin Ducati terlihat juga pada balapan
Superbike (WSBK). Meskipun hanya menyandang 2 silinder, mesin Desmosedici masih
sanggup meladeni motor-motor Jepang yang menggunakan 4 silinder. Bahkan Ducati
bisa merajai ajang Superbike ini selama bertahun-tahun. Padahal secara
teoretis, mesin dengan 4 silinder lebih bertenaga.
Sasis Stabil
Tanpa sasis yang stabil, tenaga motor-motor di ajang MotoGP
tak akan ada gunanya. Ini dialami Rossi tahun 2006 sehingga menuai kegagalan
demi kegagalan pada seri-seri awal. Sasis yang labil mengakibatkan pengendalian
motor jadi liar sehingga menyulitkan pembalap mengontrol racing line di
tikungan. Di samping itu, juga lebih ganas memangsa ban yang memang hanya
dirancang untuk bertahan optimal selama belasan lap saja demi mengejar
kecepatan.
Sejak terjun ke MotoGP tahun 2001, Ducati pun sebenarnya
mengalami masalah sasis yang tak kalah hebatnya. Kekuatan mesin GP Ducati
benar-benar ganas. Mereka harus memodifikasi swingarm berkali-kali. Dari
turbular menjadi blok dan kemudian memadukan keduanya hingga memperoleh
stabilitas yang memadai menahan getaran. Hasil terbaik mulai terlihat tahun
lalu dengan sempat menjuarai seri terakhir. Jika saja tidak banyak kecelakaan
yang dialami para rider mereka, mungkin saja Ducati-lah yang berjaya tahun
lalu, dan bukan Honda.
Tahun 2007, pemakaian mesin 800cc yang memiliki karakter
tenaga lebih halus dan bobot lebih ringan rupanya mendatangkan berkah bagi tim
ini. Sasis Ducati yang tahun sebelumnya sudah sanggup mengendalikan keliaran
mesin 990cc, kini hanya perlu melayani tenaga mesin yang lebih kecil. Efeknya
sangat jelas. Motor menjadi jauh lebih stabil dan juga lebih lincah dibanding
sebelumnya. Pembalap lebih berani buka-tutup gas tanpa takut kehilangan traksi
akibat tenaga berlebihan. Juga lebih berani melakukan manuver yang menjadi
karakter motor-motor GP dengan mesin 800cc tahun ini. Suatu hal yang sangat
jarang dialami oleh tim Ducati di MotoGP.
Ban Bridgestone
Kerjasama Ducati sejak awal dengan Bridgestone agaknya sudah
menuai hasil, mirip yang dilakukan Ferrari selama bertahun-tahun dengan Bridgestone
di pentas F1. Setelah beberapa tahun trial and error, untuk pertama kalinya ban
Bridgestone terlihat begitu kuat vis-a-vis Michelin yang saat itu dipakai
Yamaha dan Honda. Terbukti di sirkuit Losail Qatar yang bersuhu tinggi di
tengah padang pasir, ban yang dipakai Ducati Stoner tetap mampu menjaga
kestabilan motor. Bahkan semburan pasir dan angin padang pasir tak mampu
membuat Ducati limbung.
Mungkin ini pula kali pertama sasis Ducati begitu klop
dengan ban Bridgestone. Bukan rahasia lagi jika selama ini Ducati sangat boros
ban akibat tenaga dan getaran sasis. Dan perubahan regulasi ke 800cc dan
perbaikan sasis yang lebih ramping dan kecil memberi andil yang luar biasa.
Apakah ini berarti paket mesin dan sasis memperbaiki pula kinerja ban secara keseluruhan?
Benar. Tapi jangan lupa pada fakta balapan seri pertama di bawah ini yang
menunjukkan kekuatan ban Bridgestone itu sendiri.
Pertama, tipe ban yang dipakai Stoner adalah medium
depan-belakang. Sementara Rossi medium depan, hard belakang. Secara teknis ban
motor Rossi akan lebih awet dan akan cepat di ujung balapan, dan sebaliknya
Stoner akan keteteran di akhir balapan karena bannya mulai aus. Kenyataannya
Stoner semakin menjauh di lap-lap akhir. Bahkan ia mencetak fastest lap di
ujung lomba.
Kedua, dari grafik lomba yang ditayangkan di monitor
balapan, terlihat jelas bahwa Stoner rata-rata melakukan pengereman lebih cepat
dan lebih kuat dari Rossi. Wajar saja sebab tenaga motor Stoner lebih dahsyat
sehingga menuntut pengendalian lebih dan feeling pembalap dalam melakukan
deselerasi. Nyatanya, dengan tipe ban yang lebih lembut, tenaga motor yang
lebih kuat, dan pengereman yang lebih sadis, toh ban Bridgestone tetap mampu
betahan hingga lap tertakhir.
0 komentar:
Posting Komentar