Pada 1983, Habibie membangun dan meletakkan konsep pengembangan industri
senjata dan produk non senjata. Hingga kemampuan Pindad lebih banyak
berkiblat pada Eropa. Hal ini diakui oleh Direktur Utama Pindad Adik
Soedarsono.
“Waktu kita dikembangkan oleh Pak Habibie tahun 1983, selain diberikan
teknologi militer, kita juga diberikan teknologi komersial. Pak Habibie,
itu pandangannya panjang, orang belum mikir ke sana dia sudah mikir.
Nah, akhirnya, setelah kita rasakan sekarang, yang mampu hanya kita
pak,” tutur Adik kepada detikFinance di Kantor Pusat Pindad, Jalan Gatot
Subroto, Bandung, Jawa Barat, Rabu (17/4/2013).
Kemampuan merancang produk non militer atau senjata seperti peralatan
kereta api dan generator listrik yang dipersiapkan oleh Habibie kala
itu. Sekarang terbukti manfaatnya bagi Pindad.
Untuk komponen khusus seperti Brake Coupling untuk kereta atau generator
listrik, di Indonesia hanya Pindad yang mampu memproduksinya. Di
samping Pindad tetap unggul dalam memproduksi peralatan militer seperti
kendaraan tempur, senapan ringan hingga berat dan amunisi.
“Teknologi kereta api juga, di kereta ada air brake, ada lintasan.
Gerbong kereta api ada sisi remnya, itu hanya Pindad yang bisa bikin
terus ada juga motor traksi di KRL. Itu yang bisa, kita juga,”
tambahnya.
Selain Habibie, ada satu sosok satu lagi yang merupakan titik balik penyelematan dan pengembangan Pindad dari masa susah pasca krisis ekonomi 1998. Pasca krisis, selama kurang lebih hampir 10 tahun, kemampuan Pindad kurang diberdayakan padahal potensi sumber daya manusia dan kapasitas produksi Pindad sangat mumpuni.
Ketika Jusuf Kalla tahun 2007 masih menjadi Wakil Presiden Indonesia,
datang ke kantor Pindad di Bandung. Di sana, JK melihat potensi Pindad
yang besar namun kemampuannya tidak digunakan secara maksimal.
Akhirnya, JK kala itu, memberi order senilai Rp 1 triliun lebih untuk
membuat Panser ANOA 6x6 bagi TNI. Disitulah titik awal kebangkitan
Pindad pasca krisis ekonomi 1998.
“Di jaman susahnya, Pak JK datang ke sini tahun 2007. Memberikan
pekerjaan ke kita yang mana TNI kala itu tidak memberikan. Itu proyeknya
senilai Rp 1,129 triliun. Beliau ke sini lihat kemampuan kami, lihat
ada satu peluang. TNI butuh produk (panser). TNI bilang butuh barang
itu, tapi (JK) nggak bilang beli dari Pindad. Oke, saya beli kasihin ke
TNI. Jadi waktu TNI dikasih perintah itu, TNI berpikir barangnya bagus
atau jelek. Dia nggak tahu dan dia dikasih barang itu (Panser ANOA),”
katanya.
Berawal dari pesanan sekala besar melalui perantara JK saat itu, dari
awalnya TNI kurang percaya terhadap Panser ANOA, kemudian berujung pada
kepuasan terhadap Panser ANOA.
“Ternyata setelah pakai itu suka. Sekarang sudah dipakai 150, serta
total sudah 280 (pesan). Tapi sudah deliver 230 ANOA,” tegasnya.
0 komentar:
Posting Komentar